Oleh: Muhamad Fauzul Adzim, S.H. (Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Panglima Tubagus Buang)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia indoesia seutuhnya, berjati diri, mandiri dan produktif. Selain itu, bahwa negara bertanggungjawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak terjangkau didalam perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Sesuai dengan landasan filosofis di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Sebegitu pentingnya perumahan guna menunjang kebutuhan dasar masyarakat sehingga semuanya telah di atur di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Salah satu kebutuhan dasar masyarakat ialah sarana ibadah yaitu masjid. Namun timbul beberapa pertanyaan:
- Siapakah yang bertanggungjawab atas pembangunan masjid di sebuah perumahan?
Pertama, Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No 1 Tahun 2011, Pengertian Perumahan ialah:
“Kumpulan rumah sebagai bagian dari pemukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni”
Kedua, Perjanjian pendahuluan permahan tertera didalam pasal 42 ayat 2 di jelaskan bahwa: Perjanjian pendahuluan jual beli dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:
- Status Pemilik Tanah
- Hal yang diperjanjikan
- Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk
- Ketersedian prasarana, sarana dan utilitas umum, dan
- Keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (Dua Puluh Persen)
Yang di maksud dengan “Perjanjian pendahuluan jual beli” adalah kesepakatan melakukan jual beli rumah yang masih dalam proses pembangunan antara calon pembeli rumah dengan penyedia rumah yang diketahui oleh pejabat yang berwenang dan yang dimaksud dengan “hal yang diperjanjikan” adalah kondisi rumah yang dibangun dan dijual kepada konsumen, yang dipasarkan melalui media promosi, meliputi lokasi rumah, kondisi tanah/kavling, bentuk rumah, spesifikasi bangunan, harga rumah, prasarana, sarana, dana utilitas umum perumahan, fasilitas lain, waktu serah terima dan penyelesaian sengketa (Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman)
Jika melihat huruf d di atas bahwa ketersedian prasarana, sarana dan utilitas umum merupakan persyaratan, dengan dijelaskan lanjut mengenai pembangunan prasaranan, sarana dan utilitas umum perumahan dengan syarat sesuai pasal 47 ayat 3 UU No. 1 Tahun 2011 yaitu:
- Kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah
- Keterpaduan antara prasarana, sarana dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan
- Ketentuan teknis pembangunan pra sarana, sarana dan utilitas umum.
Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan prasarana” paling sedikit meliputi jalan, drainase, dan air minum.Yang di maksud dengan “rencana kelengkapan sarana” paling sedikit meliputi rumah ibadah dan ruang terbuka hijau (RTH). Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan utilitas umum” paling sedikit meliputi, jaringan listrik termasuk KWH meter dan jaringan telepon.(Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman)
Ketiga, Larangan bagi pengembang perumahan di dalam BAB XIII tentang larangan salah satunya ialah larangan pihak pengembang (Developer) menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang membangun tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasaran, sarana dan utilitas umum yang diperjanjikan. Terdapat dalam pasal 134 UU No 1 Tahun 2011:
“Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana dan utilitas umum yang diperjanjikan”
Apabila pihak pengembang (Developer) sudah menjanjikan namun tidak dibangun atau kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana dan utilitas umum tidak sesuai, maka dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana. Sesuai dengan pasal 151 ayat 1-2 UU No 1 Tahun 2011 bahwa:
“Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasaran, sarana dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 134, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (Lima Miliar Rupiah)”
“Selain pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana dan utilitas umum yang diperjanjikan”.
Penjelasan ini juga dikuatkan dengan ketentuan Huruf F pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yang berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut” jika hal ini terbukti dilakukan dalam pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000 (Dua Miliar Rupiah).
KESIMPULAN
Pertama, tanggungjawab atas pembuatan sarana ibadah tertera dalam persyaratan sebuah penyelenggaraan perumahan dalam pemenuhan prasarana, sarana dan utilitas umum, terutama dalam rencana sarana, sarana ialah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi salah satunya yaitu sarana ibadah. Sehingga, badan hukum (Developer) bertanggungjawab dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Kedua, Pembangunan sarana ibadah (Masjid) dapat dilihat pada perjanjian pandahuluan dan juga promosi, label serta iklan berkaitan dengan sarana ibadah, jika dalam perjanjian pendahuluan dan promosi awal di tuliskan fasilitas sarana ibadah misalnya masjid, maka berdasarkan Pasal 134 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Developer Berkewajiban membuat sesuai dengan apa yang di promosikan dan diperjanjikan. Jika tidak, maka terdapat sanksi pidana denda sebanyak Rp. 5.000.000.000. (Lima Miliar Rupiah.). Dikuatkan juga dengan ketentuan pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yang berbunyi pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. (FN)