Banteninfo.com (OPINI) Kiriman Pembaca.
Penulis: Emyr Mochammad Noor
Kader Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ciputat. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Jurusan Hubungan Internasional (HI)
Hari ini Indonesia tengah diberikan shock therapy dengan melemahnya kurs Rupiah terhadap Dollar USD yang sudah mencapai Rp. 14.400.-/USD. Dampak tersebut hampir menyentuh ke seluruh sendi kehidupan, termasuk dalam sektor publik dan privat yang menjadi lajur ekonomi beraktifitas.
Bila kita meyakini bahwa globalisasi memilliki tujuan untuk menghapuskan pelbagai hambatan-hambatan terhadap perdagangan bebas dan integrasi ekonomi yang semakin kuat, kali ini kita mencoba untuk memberikan asumsi terbalik bahwa globalisasi memberikan efek domino negatif untuk memperlarat khususnya bagi negara-negara berkembang.
Kita menyadari pentingnya memandang permasalahan secara adil dengan mengesampingkan ideologi serta melihat pada bukti-bukti sebelum membuat keputusan mengenai tindakan apa yang terbaik untuk menciptakan stabilitas ekonomi di suatu negara. mencermati isu yang berkembang dewasa ini mulai dari: melemahnya Rupiah terhadap kurs Dollar AS, kenaikan BBM yakni jenis bahan bakar Pertamax menjadi Rp.9.500.-/ Liter, ancaman penarikan terhadap IHSG, impor barang yang tidak terkontrol. Kendati demikan, persoalan yang disebutkan merupakan satu diantara faktor Indonesia kehilangan kendali untuk menstabilkan ekonomi negara.
APBN kini semakin menipis akibat dikeluarkan dengan tanpa pemerataan. Pemerintah belum mampu memberikan fokus terhadap persoalan negara yang dinilai sangat fundamental. Terlebih lagi, persoalan kontrol terhadap pasar yang semakin melemah menjadikan banyak kerugian-kerugian yang tidak mampu diatasi. Adapun demikian, matematika ekonomi selalu melenceng dari apa yang direncanakan semula.
Hari-hari saat menghadapi krisis keuangan, seharusnya pemerintah dapat belajar dari pengalaman bahwa keterpurukan ekonomi akan mengakibatkan The Great Disruption (Istilah yang diberikan Francis Fukuyama) yang memprediksi bahwa masyarakat akan melakukan “kegilaan Masif”. Dan pada saat negara mengalami krisis ekonomi bisa dipandang sebagai topik yang kering dan hanya dipahami oleh segelintir orang saja, tetapi sesungguhnya kebijakan ekonomi yang baik memiliki daya untuk mengubah kehdupan orang-orang miskin.
Pemerintah butuh bergaul dalam circum yang lebih besar (pergaulan internasional) agar mampu menyelaraskan kebutuhan dalam negeri. Menyelam lebih dalam bahwa tiga hari sebelumnya kita habis menyambut pesta demokrasi secara serentak dalam skala yang cukup besar. Ada 171 pemilihan kepala daerah yang merupakan agenda nasional. Penting kita untuk mengaitkan hal ini dengan krisis ekonomi yang terjadi, karena sistem demokrasi yang kita agung kan seperti “barang dagangan.”Barang tersebut harus dibeli dengan jumlah yang cukup besar.
Secara tidak langsung namanya pesta/seremoni demokrasi harus di desain untuk tampil rapih dan elegan sesuai kehendak penguasa. Namun sebenarnya Indonesia telah terlena dengan mengabaikan kehendak demokrasi secara substansialistik akibatnya hal ini terkesan demokrasi memberikan orientasi negatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. kesalahan fatal yang bisa dilihat mengapa hari terjadi kemerosotan ekonomi yakni melambung tinggi cost politik partai.
Di sisi lain krisis hari ini merupakan kaca mata krisis moneter yang pernah terjadi sebelumnya. Kegagalan kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah terlalu tendensi pada infrastruktur. Muncul konsesus umum yang menyimpulkan bahwa ada sesuatu yang saah dengan sistem ekonom internasional, sesuatu yang perlu dilakukan untuk membuat ekonomi global lebih stabil. Pemerintah harus segara mencari jalan keluar dari keterpurukan dengan mengambil inisiatif seperti melakukan reformasi arsitektur keuangan global. Istilah ini dimaksudkan untuk melakukan perubahan besar yang akan mencegah timbulnya krisis lebih lanjut.
Sejauh pengamatan “negara-negara klien” (istilah yang digunakan oleh Joseph E Stiglitz) ini, ada kepalsuan di mana para politisi berpura-pura melakukan sesuatu untuk memperbaiki masalah-masalah yang ada sementara kepentingan keuangan berjalan untuk melindungi sebanyak mungkin status quo mereka.
Prediksi ini mungkin saja ada benarnya, ketika Indonesia mencoba untuk memulihkan sektor perekonomian. Kunci yang dibutuhkan diantaranya: memahami kendali eksternal dengan terus membatasi keran investasi. Eksternalitas atau yang akrab disebut liberalisasi pasar modal, tentunya memerlukan intervensi yang dilakukan melalui sistem perbankan dan pajak. Lembaga-lembaga keuangan internasional harus mengarahkan upaya mereka agar membuat intervensi tersebut berjalan dengan baik. Maka sebaiknya Indonesia mengurangi talangan kreditor yang didanai oleh lembaga keuangan internasional upaya mencegah terjadinya inflasi yang berkepanjangan.