Forum Komunikasi Pesantren Muadalah se-Indonesia Dorong Disahkannya RUU Pesantren

Forum Komunikasi Pesantren Muadalah se-Indonesia Dorong Disahkannya RUU Pesantren

0
BAGIKAN
Foto: Dialog Halaqoh Muadalah se-Indonesia, Kuningan, Jabar / Fitra Nugraha

Kuningan – Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) mengadakan Halaqoh Muadalah Se-Indonesia, Senin (25/02/2019). Kegiatan tersebut mendorong agar disahkannya RUU Pesantren.

Bukan tanpa sebab, pembahasan RUU Pesantren dimulai sejak diskusi 2 Oktober 2018 di Kantor PBNU dan FGD (Forum Group Diskusi) tanggal 7-8 Oktober 2018 yang melibatkan beberapa pejabat Kemenag dan Ormas di Jakarta serta ditambah rentetan pembahasan dalam berbagai waktu dan tempat hingga harmonisasi RUU antara Kementerian di jakarta pada 6-8 Februari 2019 lalu.

Menurut Ahmad Ziyadi, Direktur PD Pon-Pes Kemenag RI Pesantren dengan RUU ini menjadi salah satu model pendidikan nasional yang memiliki kriteria dan ketentuan pengelolaan pendidikan khas pesantren yang sepadan dengan pendidikan formal dari segi penjenjangan.

“Persoalan mua’dalah sudah terakomodasi dalam RUU tersebut (Pesantren). Pesantren dengan RUU ini menjadi salah satu model pendidikan nasional yang memiliki kriteria dan ketentuan pengelolaan pendidikan khas pesantren yang sepadan dengan pendidikan formal dari segi penjenjangan, mulai dari pendidikan dasar dan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi yaitu Pesantren Mu’adalah, Pendidikan Diniyah Formal dan Ma’had Aly,” ungkapnya.

Baca Juga :   UKM PRIMA Menuju LKTIN Garuda Nusa 2021 di Lombok

Selanjutnya Ahmad Ziyadi berharap agar RUU ini bisa cepat disahkan menjadi UU dengan mengharapkan dukungan dari berbagai pihak terutama para pengasuh pondok pesantren.

“Semoga RUU bisa secepatnya disahkan dengan dukungan dari pengasuh pondok pesantren,” ujarnya.

WhatsApp Image 2019-02-28 at 08.54.34

Sementara Hanung Cahyono perwakilan Kementrian Sekretariat Negara dalam menanggapi RUU tersebut menyatakan masih perlu masukan-masukan yang lebih jelas dan tegas terkait fungsi dakwah dan  pemberdayaan masyarakat.

“Masih perlu masukan-masukan yang jelas dan tegas terkait fungsi UU Pesantren.  Pertanyaan seperti apa, siapa, dan untuk siapa (sasarannya) serta bagaimana ? dalam kedua fungsi ini harus lebih terbaca secara umum,” ujarnya.

Para penanggap lainnya lebih menyoroti fungsi pendidikan pesantren, hal itu diungkapkan Prof Amal Fathullah Zarkasyi (Ketua FKPM).

“Misalnya menyatakan bahwa yang terpenting dari UU Pesantren itu adalah fungsi pendidikannya yang pokok itu fungsi pendidikannya, tidak usah terlalu luas dengan fungsi-fungsi lainnya, karena itu semua sudah jelas termasuk dalam fungsi pendidikan, tafaqquh fiddin,” tegasnya.

Baca Juga :   Kasau Tinjau Rantis P6 ATAV V3 yang Digunakan Korpaskhas, Diproduksi Dalam Negeri

Sementara KH Lukman Haris Dimyathi yang juga pengasuh pondok pesantren Tremas Jawa Timur  mengingatkan tentang fungsi dakwah yang bijak, nasehat dan argumen yang baik.

“Harus berpedoman pada Bil Hikmah, Mauidzah Hasanah dan Mujadalah bi al Ahsan; bijak, nasehat dan wejangan serta argumen yang terbaik,” ungkapnya.

Anang Rizka dari PP Tazaka batang sesuai dengan minatnya menyarankan bahwa RUU dalam dimensi pemberdayaan masyarakat harus bisa mewadahi ziswaf (Zakat Infaq Shodakoh dan Wakaf) sebagai modal dalam pengembangan wakaf produktif dan pemberdayaan masyarakat.

Sesi kedua dilanjutkan dengan pembahasan tentang prinsip-prinsip muadalah yang disampaikan oleh KH Amal Fathullah, Agus Budiman dan M. Tata Taufik, pembahasan ini merupakan upaya dokumentasi tentang mu’adalah yang ada di Indonesia mulai dari awal sejak tahun 1998 sebagai bentuk reformasi bidang pendidikan di Kemenag yang diperjuangkan oleh para Kyai.

Upaya dokumentasi diharapkan bisa menjadi pijakan bagi pemerhati pendidikan pesantren dan acuan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait dengan pesantren.

 

Wartawan: Ilham / Editor: Fitra Nugraha

TINGGALKAN KOMENTAR