BNPT dan FKPT Banten: Literasi Informasi Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme

BNPT dan FKPT Banten: Literasi Informasi Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme

0
BAGIKAN

Literasi Informasi, sebagai Upaya Pencegahan Radikalism

Pandeglang – BNPT DAN FKPT Banten kembali menggelar kegiatan upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di Provinsi Banten. Kali ini kegiatan mengabil tema Saring Sebelum Sharing yang diikuti oleh Kepala Desa, Babinkamtibmas, Babinsa dan para penggiat media sosial (medsos) di Hotel Horison, Pandeglang (14/11/2019).

Ketua Panitia pelaksana kegiatan toni anwar mengatakan bahwa kegiatan hal ini dilakukan karena mayoritas penduduk Provinsi Banten saat ini, sudah menjadikan telepon selular (ponsel) sebagai salah satu alat yang dibutuhkan dalam berbagai aktifitas keseharian.

Data BPS Provinsi Banten menyebutkan, 70,60% masyarakat Banten atau 8.615.422 jiwa memiliki telepon seluler dari total jumlah penduduk Banten sebanyak 12.203.148 jiwa.

Kota Tangerang Selatan menjadi wilayah yang penduduknya terbanyak memiliki ponsel, yakni mencapai 82,81 persen, disusul Kota Cilegon 78,66 persen, kemudian Kota Tangerang 78,20 persen. Sebaliknya, Lebak dan Pandeglang menjadi wilayah yang penduduknya sedikit memiliki HP. Selanjutnya 94,46% masyarakat Banten mengakses Internet dari Ponsel.

Dengan kondisi demikian maka, FKPT Banten merasa perlu untuk melakukan sosialisasi literasi informasi kepada aparatur desa sebagai salah upaya kontra radikalisasi.

Baca Juga :   Press Conference Puteri Pemberdayaan Perempuan Banten 2022

“Kegiatan ini mengambil lokus di Kabupaten Pandeglang, mengingat di wilayah ini memiliki demografi dan geografi yang menarik dan dianggap perlu untuk menjadi sasaran upaya kontra radikalisasi”, ujar Toni.

Lebih lanjut dikatakan Toni, narasumber pada kegiatan ini adalah Kasubdit Kontra Propaganda BNPT RI Kolonel (Pas) Drs. Sujatmiko, Praktisi Jurnalistik Willy Pramudya serta Sektetaris FKPT Banten KH. Dr. Amas Tajuddin.

Sehari sebelumnya para narasumber ini melaksanakan Talk Show di salah satu radio swasta di Kabupaten Pandeglang dan mendapat animo yang luar biasa dari masyarakat yang secara live berdialog pada talk show tersebut.

Narasumber BNPT RI dalam paparannya menjelaskan bahwa Intoleransi merupakan orientasi negatif atau penolakan seseorang terhadap hak-hak politik dan sosial kelompok yang ia tidak setujui. Sementara radikalisme adalah ideologi, ide, gagasan yang ingin melakukan perubahan sosal politik dengan kekuasaan serta terorisme sendiri adalah perbuatan atau tindakan yang menggunakan kekerasan yang menimbulkan korban dan kecemasan.

Baca Juga :   Mahasiswa Tuntut Tiga Poin Penting kepada Dinsos Kota Serang

Penyebaran radikalisme di media sosial terjadi di berbagai media. Mulai dari penyebran di Youtube, Telegram, Facebook, Twitter, dll. Adapun pendekatan Komperehensif dalam Penanggulangan Terrorisme dilakukan memlaui Pendekatan Lunak (Soft Approach) dan Pendekatan Keras (Hard Approach)

Pada paparan narasumber kedua, Amas Tajuddin mengatakan akar masalah radikalisme dan terorisme diantaranya adalah adanya kebencian (dendam) yang dipicu oleh berbagai aktifitas keseharian terkmusuk adanya ketidakadilan sosial, ekonomi, hukum dan politik di masyarakat.

Menurut Amas, Budaya literasi sangat penting dimiliki oleh masyarakat, karena tidak sedikit masyarakat yang turut menyebarkan hoax terutama di media sosial. Budaya baca, tabayyun, serta mencari informasi hingga ke sumbernya ini masih perlu ditingkatkan.

Pada bagian kedua, Willy Pramudya melaksanakan workshop bagi peserta untuk memiliki kemampuan publik speaking. Semua peserta diwajibkan tampil untuk dapat menyampaikan berbagai upaya pendekatan kepada masyarakat untuk dapat cerdas dalam menjadikan medsos sebagai salah satu literasi informasi.

(FN)

TINGGALKAN KOMENTAR